Senin, 05 September 2011

CANDA DALAM ISLAM

Judul      :  Pemuda dan Canda
Judul Asli : Asysyabaabu walmizaahu
Pengarang  : ‘Aadil bin Muhammad Al’Abdul ‘Aali
Penerjemah : Ahmad Danial Suhail
Tebal      : 58 halaman
Tahun      : Cetakan Pertama, Januari 1993
             Cetakan Kesebelas, Juni 2004
Penerbit   : Gema Insani
   



Dalam kehidupan ini kita tak akan bisa lepas dari canda. Di masyarakat terutama dikalangan pemuda, canda merupakan bagian dari pembicaraan mereka sehari-hari. Bercanda memang menyenangkan dan menyegarkan karena dapat membuat orang lain tertawa terpingkal-pingkal. Kadang kala kita pun menganggap bahwa masalah canda adalah masalah sepele. Namun, pada kenyataannya tidak. Di buku ini penulis mengangkat tema yang jarang diangkat pendakwah lainnya yaitu canda dalam pandangan islam.

            Ada beberapa hal penyebab banyaknya canda yang diurai dalam buku ini. Pertama, kita sering salah terhadap arti menghibur diri. Jelas merupakan suatu kesalahan yang cukup fatal jika kita beranggapan canda akan menghilangkan ketegangan dan untuk menyenangkan hati. Sedangkan cara Rasulullah dan para ulama untuk menghibur diri setelah lelah menjalankan tugasnya adalah dengan berdzikir, membaca AlQur’an dan menjalankan segala yang disunatkan-Nya. Kedua, ada pula yang mempergunakan canda untuk menarik perhatian dan popularitas. Padahal hal tersebut bisa menjerumuskan dalam jurang dosa, karena perbuatan tersebut merupakan keriyaan. Ketiga, masih banyak para pemuda yang belum dapat menghargai nilai waktu. Mereka mengisi waktu hanya untuk humor, obrolan, lelucon dan gelak tawa. Jika sudah demikian sulit bagi mereka untuk mengendalikan diri. Keempat, lingkungan pergaulan amat mempengaruhi pribadi orang tersebut. Tidak heran jika kita cenderung menyukai canda jika bergaul dengan orang-orang yang menyukai canda tawa. Kelima, masih minimnya pengetahuan dan pemahaman tentang agama Islam. Kelima hal tersebut dijelaskan dalam buku ini cukup singkat sehingga perlu ditambahkan lagi contoh-contoh berupa sebuah kisah agar pembaca bisa lebih merenungi tentang kelima hal tersebut.

Canda memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positifnya canda dapat menyenangkan teman dan menunjukkan rasa kasih sayang kepada mereka. Canda juga menghilangkan rasa takut, marah dan kesedihan. Dengan syarat seperti yang dilantunkan oleh Abu Al Fath Al Basaty dalam syairnya, “Jika engkau beri dia canda, hendaklah dengan kadar seperti memberi garam pada makanan”. Sedangkan dampak negatif dari canda adalah dapat melampaui batas garis ketentuan Allah, yang tentunya dapat membuat kita menyimpang dari syariat Islam. Rasulullah bersabda, “Janganlah banyak tertawa karena banyak tertawa itu mematikan hati” (Shahihul jami’ 7312). Canda juga dapat melunturkan wibawa kita dan dapat menimbulkan sifat dengki. Penjelasan tentang dampak positif dan negatif dalam buku ini cukup jelas, penulis mengajak kita untuk tetap mengadakan canda dalam kehidupan kita namun dengan tidak berlebihan sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi diri kita sendiri maupun orang lain.

Lalu bagaimana hukum canda dalam Islam sendiri? Untuk hal ini penulis menjelaskan dengan firman Allah, “dan sesungguhnya Dialah yang membuat orang tertawa dan menangis” (An Najm 43). Jadi, canda itu hukumnya sunah karena didalamnya ada unsur menghibur hati dan membuat suasana menjadi hangat. Namun disyariatkan untuk menghindari: qadzaf (maki-makian), ghibah (membicarakan kejelekan orang), tidak  berlebihan sehingga tidak menghilangkan rasa malu dan tidak pula mengurangi wibawa.

Alangkah lebih baiknya kita mencontoh Rasulullah dalam hal canda ini. Rasulullah tidak pernah  berbohong dalam canda dan tidak keluar dari kesopanan dan kewibawaan beliau (wibawa ttp terjaga). Beliau juga bercanda sedikit dan seperlunya saja. Lain halnya dengan orang-orang dzalim Mereka melampaui batas, bercanda tentang Allah, kitabNya, Rasul-Nya dan sunan-sunan Rasul sehingga mereka menjadi kufur juga tatkala bercanda mengejek syariat islam yang agung. Astaghfirullah, selayaknya kita selalu berdoa supaya dijauhkan dari perbuatan-perbuatan syetan seperti itu.

Ada beberapa kaidah yang perlu diperhatikan agar kita tak menyalahi syariat Islam dalam bercanda. Bercanda tidak boleh mengandung dzikir kepada Allah dan ayat-ayat-Nya juga tidak mengandung hadis Rasulullah dan syariat islam lainnya. Tidak boleh juga mengandung kebohongan, ghibah dan suatu yang kotor. Sabda Rasul, “ Celakalah bagi orang yg berbicara lalu berbohong untuk membuat orang tertawa dengan cerita bohongnya itu. Celaka baginya, celaka baginya, celaka baginya” (shahihul jaami’7013). Dan jangan sampai dalam bercanda kita menyakiti perasaan orang lain bahkan sampai melampaui batas.

Bagi yang sudah terlanjur ketagihan dan berlebihan dalam bercanda, penulis juga memberikan beberapa nasihat untuk kita semua renungkan. Pertama, persiapkanlah hati dan niat yang kuat untuk berubah. Cobalah kita untuk memperdalam ilmu agama dengan mempelajari AlQur’an dan Hadits daripada banyak menghabiskan waktu untuk hal yang sia-sia. Bergaulah kepada orang-orang shaleh dan shalehah agar kita tak kalut dalam kegembiraan yang membuat kita sering lupa pada Sang Khalik. Seringlah untuk merenung untuk melakukan perbaikan diri. Berdoalah kepada Allah Azza wa Jalla agar terlepas dari kebiasaan bercanda yang berlebihan.

0 comments:

Posting Komentar