Rabu, 05 September 2012

Washing, Trial and Error

Segalanya akan mudah jika kau terbiasa melakukannya. Mencuci, bukankah hal itu bisa dilakukan semua orang? Mudah bukan? Namun bagaimana jika kau berada di negara lain dan disediakan mesin cuci. Tombol-tombol untuk mengoperasikannya menggunakan bahasa asing yang kau tak pahami. Ingin bertanya namun kau belum bisa bahasa mereka. Hayo, bagaimana? Ada yang bisa kasih solusi? Jawaban terbaik mungkin adalah nekat! Trial and Error! Itulah yang aku alami di sini.

Detergent seharga 1,75 Lira sudah kubeli. 1,75 x 5000= 8,750 rupiah. Ukurannya lumayan besar. Dan karena itu termurah, maka aku beli. Penjualnya bilang, entah benar atau tidak, kalau detergent yang kubeli ini hanya untuk mencuci dengan tangan. Sedangkan yang menggunakan mesin cuci ada tersendiri. Dan harganya lebih mahal yaitu 6,75 lira. Ukurannya 1,5 kg. “Buat apa aku beli sebanyak itu?”, pikirku. Sebenarnya yang menjadi masalah nanti adalah aku takut mubazir. Tempat tinggalku masih sementara. Belum tentu ada mesin cuci di rumah baruku nanti. Jadi kuputuskan beli yang paling murah. Dan berniat mencuci sendiri. selama ini aku baru tahu jika sabun detergent untuk mencuci dengan tangan berbeda dengan mencuci dengan mesin.

Sesampainya di asrama, aku mengambil ember di dekat mesin cuci yang disediakan. Ah, padahal enak sekali jika bisa menggunakannya. Kubawa ke kamar mandi di dalam kamarku. Dan segera mencuci secara manual. Dengan mengeluarkan tenaga penuh 1000 horsepower aku mulai mencuci. Oh ya, sekarang sudah sore, lalu bagaimana cucian ini bisa kering? Lagian aku juga belum tahu dimana tempat menjemur pakaiannya. Mana udara disini dingin lagi. Waduh. Kemudian terbesit ide cemerlang. Menggunakan mesin pengering di mesin cuci. Dan setelah kulakukan, kusadari itu bukan ide yang cemerlang.

Aku menenteng ember ke lantai 0 menggunakan lift. Disanalah ada mesin cuci. Berharap tak ada yang melihat. Malu aku. Ditemani Talgat, temanku dari Kyrgyztan aku mengoperasikan mesin cuci. Talgat bertugas menjadi penerjemahku, karena tombol pengoperasinya menggunakan bahasa Turki. Cucianku tadi kumasukkan ke dalam mesin cuci. Aku hanya butuh pengeringnya. Kemudian, si Talgat memencet sana-sini. Tampaknya dia juga bingung mengoperasikannya. Dan tiba-tiba saja kudengar, “Cuuurrrrr...”. Air mengalir di dalam mesin cuci dan mesin cucinya bekerja! Bekerja mencuci lagi pakaian yang telah kucuci susah payah. Dan tanpa sabun detergent! Aarrgghhhh.....
Kucoba untuk mematikannya berkali-kali. Sudah mati namun tak bisa dibuka. Pakaianku mulai luntur. Celana jeans yang kumasukkan tampaknya meracuni pakaian lain hingga berwarna biru. Adduuhhh. Gawat...gawat... Aku panik. Bisa-bisa pakaianku rusak. Kusuruh Talgat mencari siapa saja untuk membantu kita. Nyawa pakaianku sudah diambang batas.

Akhirnya ada seseorang yang datang. Menjelaskan jika mesin cuci ini akan otomatis terbuka jika proses mencucinya sudah selesai. Kira-kira dua jam. Dan artinya, usaha mencuciku tadi sia-sia. Miris rasanya. Kata Talgat juga, mesin pengeringnya ada di ruangan lain. Kacau semuanya deh. Kupikir satu mesin bisa dibuat dua fungsi, mencuci dan mengeringkan. Betapa jeniusnya diriku.
Sehabis sholat isya, aku mengecek kembali cucianku. Alhamdulillah sudah selesai dan alhamdulillah juga sekarang pakaian-pakaianku memiliki warna baru, yaitu biru. Segera aku bawa ke ruang pengering. Ada sebuah alat di sana. Kali ini aku takkan salah. Kuru berarti kering. Ada pilihan macam-macam. Dan kupilih Ekstra Kuru!!! “Jeeengggiiiiiddddd....wwoooshshh...wwooossshhhh” mesin pun bekerja. Bismillah. Semoga sukses!

Lama juga aku menunggu. Sudah hampir jam 11, namun belum juga usai. Ah, asrama sudah sepi. Talgat dan rasyid sudah tidur. Yang jadi teman bcaraku adalah sahabatku di What’s app dan BB. BB ini juga aku pinjem punya rasyid karena aku belum sempat registrasi dan beli kartu. Lama sekali rasanya. Udara bertambah dingin. Mungkin 15 derajatan ada. Sekujur tubuhku gemetar. Lalu aku memikirkan lagi, setelah dicuci dan dikeringkan berarti harus disetrika. Dan itu masalah baruku. Ah biarlah, tak perlu di setrika juga. Masak mau beli? Tunggu pindah rumah aja deh.

Alhamdulillah, pakaiannya sudah kering dan hangat. Super Kuru emang the best! Peduli amat dengan pilihan-pilihan lain yang tidak aku mengerti apa maksudnya. Lain kali akan kulakukan hal yang sama.

Yeah itulah cara mencuci Trial and Error di negeri orang. Apapun yang ingin kau lakukan contohnya seperti mencuci tadi, jangan pernah takut untuk mencoba. Meskipun gagal di percobaan pertama, usahakan untuk tidak mengulangi di percobaan kedua, ketiga, dan seterusnya. Keep trying!

“Hidup tanpa berani mencoba bagaikan burung yang enggan pergi dari sarangnya. Beranikan diri untuk mencoba, dan terbang tinggi ke angkasa, meraih asa”

Read More......

Hari-hari Awal di Turki

A pa itu Bolu? Kue Bolu kah? Bukan. Bolu adalah sebuah nama provinsi di Turki. Bolu berada di antara Istanbul dan Ankara. Memang lebih dekat ke Ankaranya sih. Dari Istanbul ke sini memakan waktu 4 jam. Lumayan lama ya? Bolu terletak di lereng pegunungan. Aku belum tahu apa nama pegunungan tersebut. Akibatnya, suhu di sini lebih dingin dibanding dengan di Istanbul, tempat pertama kali aku singgah. Pertama kali sampai saja, habis turun dari bus badanku langsung membeku. Memang saat itu puncak suhu yang paling dingin. Karena saat itu kira pukul 2 dini hari. Sekujur tubuhku gemetar. Temanku Rasyid malah tiba-tiba muntah gara-gara tak tahan cuaca dingin. Sedangkan Abi (baca:kakak pembimbing)ku, Danang Abi, justru biasa-biasa saja. Tak gemetar sama sekali. Ya iyalah, dia sudah tinggal di Turki dua kali musim dingin. Jadi hanya biasa saja.

Hari-hari sebelumnya

Senin, 27 Agustus 2012, tepatnya pukul 6 pagi, pertama kali aku menapakkan kaki di Istanbul. Setelah semalaman penuh, 15 jam, kita mengudara. Mulai dari Soekarno-Hatta, kemudian transit di Kuala Lumpur dan akhirnya tiba di Istanbul. Bukan waktu yang sebentar. Badanku saja lima hari masih terasa pegal-pegal.

Selama di pesawat aku menghabiskan waktu untuk tidur. Kadang memainkan gadget yang disediakan. Ah, susah untuk mengatakan. Pokoknya di bagian belakang kepala kursi ada sebuah layar. Kita bisa mengendalikannya dengan remote. Ada berbagai macam fasilitas. Untuk mendengarkan musik, melihat film, main game atau hanya sekedar melihat kondisi penerbangan. Keren deh. Karena kau takkan menemukan ini di penerbangan domestik Indonesia. Yang paling kutunggu adalah makanannya. Makanan ala malaysia tentunya. Enak juga kok. Meski ada yang aku kurang sukai. Setiap beberapa jam sekali juga di kasih snack dan minuman. Dan perlu bertanya dulu jika mengambil minuman. Karena mereka pun menyediakan Beer bagi penumpang. Hampir saja temanku salah ambil. Hampir saja. Habis warnanya mirip sari apel. Whew, to close...

Setelah kita mengambil barang bawaan, kita harus menunggu bus jemputan kita datang. Sambil menunggu aku mengamati sekitar, menghirup dalam-dalam udaranya, merasakan benar aura-aura Eropa di sana. Memang terasa berbeda! Sungguh, tak menyangka akhirnya bisa tiba di negara ini juga. Dan ini adalah perjalananku ke luar negeri pertama kali. Dan mungkin yang paling lama. InsyaAllah.

Selam di bus, aku sempat merekam perjalanan ini. Kita hendak menuju Istanbul bagian Asia. Melewati jembatan Bosphorus tentunya. Jembatan yang konon paling indah di Turki jika di lihat malam hari. Karena akan tampak berpendar gemerlap lampu warna-warni di badan jembatan. Ah, sayang kita melewatinya pada waktu pagi hari. Aku masih takjub akan apa yang kulihat. Inilah Turki. Pepohonannya tak sebesar di Indonesia. Daerahnya tak sehijau Indonesia. Namun, udaranya segarnya bukan main. Meskipun banyak mobil yang malang melintang, udaranya tetap terjaga dari polusi. Entah mengapa bisa begitu. Berbeda dengan di Jakarta. Yah, kalian tahu sendiri.

Mobil memang buanyak sekali. Padahal mobil di sini bukan main mahalnya, lho. Harga BMW lama yang jadul di Indonesia kira-kira berharga sama seperti mobil TWIN CAM, sedan butut selera orang tua. Dan bedanya dengan di Jakarta, di sini motor jaraangg sekali. Selama perjalanan saja jumlah motor bisa dihitung dengan jari. Entahlah mengapa demikian. Oh ya, di sini lampu merah jarang ada. Namun, mereka bisa tertib sendiri. Kemacetan yang terjadi bukan karena semrawut. Namun karena jumlah mobil yang banyak + jalan yang sedang di renovasi. Untung udaranya sejuk. Beda deh dengan jakarta. Ya kalian tahu sendiri lah. Hehe.. masak cerita aib negara sendiri.


****

Alhamdulillah kita tiba di asrama. Lokasinya bernama Uskudar. Lagi-lagi udara sejuk menyambutku. Enak sekali dihirup. Asramanya cukup besar. Lima tingkat plus loteng. Loteng disini jangan disamakan seperti loteng di Indonesia yang menjadi sarang tikus. Upps, keceplosan. Loteng di sini dinamai Salon. Yaitu tempat untuk sholat, berkumpul, bersantai, bersohbet (baca: bertukar pikiran, macam ceramah) ria, untuk membaca buku, laptopan. Pokoknya enaklah, tenang sekali. Belum lagi semilir angin dari atas. Hanya di Turkey lho!

Whew, akhirnya tiba di kamar. Cozy banget kamarnya. Beda sama asrama. Yang sama cuma model ranjangnya. Tingkat dua. Yang lainnya beda. Hehe. Aku dan kawanku dari Sragen tinggal di lantai 4. Dari sini bisa melihat landscape kota secara jelas. Wuihh, tampak lautan biru indah memikat hati. Subhanallah. Selalu saja setiap hari, saat disini aku menyempatkan diri memanjakan mata melihat keindahan alam tersebut. Subhanallah.. subhanallah... subhanallah..

Oh ya, disini ternyata kami tidak sendiri. Ternyata rombongan dari Semarang yang sudah berada di Turki semenjak tanggal 2 Agustus lalu juga tinggal di sini. Kami baru tahu saat ada salah satu dari mereka mengunjungi kita. senang sekali diriku. Makin ramai saja.

Yang menjadi kendala utama, seperti yang sudah diceritakan kawan-kawan yang sudah ke Turki sebelumnya, adalah bab makanan. Ya, cita rasa dan selera orang Indo berbeda sekali dengan orang Turki. Makanan pokok di sini adalah Gandum. Kemudian barulah nasi. Pertama kali mencicipi makanan di dapur asrama, aku merasakan eneg. Wekk... ada semacam olahan daging namun rasanya. Hmmphh.. gak nahan. Nasinya pun berbeda. Gak manis. Hambar gimana gitu. Belum lagi corba(baca: sup)nya. Aneh banget. Wekk.. sambil makan, mataku mengerjap-ngerjap, lidahku melet dan muka mengkerut. Lalu bagaimana solusinya? Ya biasakan. Akan aku coba biasakan itu. Karena jika tak makan sama dengan menyiksa diri. Sedikit demi sedikit deh. Untung ada bekal dari rumah. Jika benar-benar kepepet aku gak bisa makan. Hehehe.. bisa bernapas lega. Untuk sementara waktu.

Disini aku ounya beberapa teman baru. Ada Rizal, Tirmidzi abi, Kahfi, dan Ismail. Rizal, Tirmidzi abi dan Kahfi hendak berangkat ke Albania. Untuk mengambil mata kuliah keagamaan di sana. Sedangkan Ismail, dia masih ambil kursus bahasa hingga setahun ke depan. Oh ya, ismail bukan orang Indonesia lho. Dia asli Malaysia. Tinggalnya di Kelantan. Aku tak menyangka juga, karena bahasa Indonesianya mirip kita. dia bilang,”Gara-gara sering liat Cinta Fitri”. Aku ngakak seketika.

Mereka semua orangnya baik, seru dan gokil. Rizal berasal dari Aceh. Dia lulusan pesantren jurusan keagamaan. Awalnya di berkeinginan untuk kuliah di Mesir. Di Al-Azar, Kairo. Namun, ternyata orang tuanya justru lebih menyarankan kuliah di Albania. “Kalo ada yang lebih jauh lagi, ambil!” kata ayahandanya. Anaknya rendah hati. Enak jika diajak bicara. Pengertian dan perhatian. Pertama kali mengenalnya di bandara saja aku langsung bisa akrab. Suatu hari dia berkeluh kesah kepadaku karena rambutnya raib. Rambut yang awalnya gondrong, dipangkas cepak karena di suruh Abdul Kadir abi, pengurus universitas kami. Karena kata beliau, ia akan bertemu dengan orang dari Albania. Harus rapi dan bersih, menunjukkan identitas baik orang Indonesia. Kasihan sekali dia.

Kemudian Tirmidzi abi. Mengapa aku memanggilnya abi? Karena umurnya lebih tua 2 tahun dariku. Abi ini sudah pernah kuliah di UI jurusan management rumah sakit selama dua tahun. Karena ada sedikit masalah dengan dosennya, dia memutuskan untuk pindah. Dan pindahnya gak main-main, langsung ke luar negeri, ke Albania. Abi ini memiliki kharisma yang tinggi. Wajahnya selalu menenangkan. Pandangannya tajam. Raut mukanya mantap. Dan jika sudah tersenyum, membuat semua hati menjadi damai. Abi ini juga sering bercanda. Mencairkan suasana. Juga terkadang menasehati. Tak kaku. Dan sisanya lebih banyak diam. Entah, aku belum mengenal lebih dalam abi ini. Karena aku merasa sungkan padanya.

Kahfi. Temanku ini kukira berumur lebih tua di atasku. Karena mukanya tampak lebih tua. Dan jangan menilai orangnya dulu sebelum mengenalnya lebih jauh. Orangnya menyenangkan. Nampak easy going. Dan aku belum mengenal juga lebih jauh. Tapi akupun bisa akrab dengannya. Dia sudah sampai duluan sebelum kami. Bersama Ismail lah di ada di asrama.

Ismail..Ismail. Lucu benar tingkah orang ini. Membuat tertawa. Aku jadi teringat mukhafif abi yang sekarang kuliah di UGM. Tingkah lakunya membuat orang tertawa. Kalian akan tahu sendiri jika melihat kegokilannya setelah melihat dengan mata kepala kalian sendiri.

Oh ya, yang paling ingin aku temui adalah Mas Fatchul. Ya kangen sekali. Terakhir bertemu berbulan-bulan yang lalu. Saat berada di semesta. Aku ingin bisa ngbrol dengannya. Berjam-jam namun dengan obrolan yang seru tentunya. Aku dititipi barang dari orang tuanya. Sungguh sebuah kehormatan karena diberikan kepercayaan. Padahal kita baru kenal sebentar. Meski kita seumuran, namun pemikirannya jauh diatas diriku. Makanya aku lebih sering mendengar ceritanya karena pengetahuannya tentang apa saja, lebih banyak dariku. Aku dengan khusyuk menyimak. Kadang menimpali atau sekedar mengangguk tanda paham. Seru sekali, benar-benar bisa lupa waktu. Sebelum aku berangkat ke kota baru, kita bercerita dari setelah Isya hingga pukul dua pagi. Super bukan. Dan aku tak merasa jemu. Karena obrolannya membahas...tentang jodoh. Hehe.. tak akan kuceritakan di sini.

Mas Fatchul berencana untuk membentuk suatu perhimpunan pelajar pemikir Islam Melayu di Turki. Belum ada memang. Organisasi orang Indonesia di sini baru ada PPI-Turki (Perhimpunan Pelajar Indonesia). Organisasi ini berlandaskan atas satu warganegara dan rasa kekeluargaan saja. Dia ingin mendirikan suatu perhimpunan yang tak hanya berlandaskan kekeluargaan namun juga keagamaan. Agar kita pelajar Indonesia terhindar dari organisasi-organisasi Turki yang pasti berbeda pemikiran dengan kita. Berniat agar saling menjaga. Bertukar informasi tentang perkembangan islam. Dan tentu belajar tentang Islam itu sendiri. Ya semoga saja bisa terealisasikan. Aku selalu mendukung mas Fatchul.

Aku belum menceritakan tentang perbedaan waktu di Indo dengan di Turki. Di sini beda 5 jam lebih lambat. Karena memang di Istanbul adalah GMT +02.00. waktu sholatnya pun berbeda sekali. Subhuh bisa pukul 05.00 lebih. Zuhur pukul 13.30 ke atas. Asarnya pukul 17.00. Magribnya bisa sampai pukul 20.00. Sedangkan Isya, pukul 21.30. pukul 19.00 saja langit tampak masih cerah. Namun udaranya sudah dingin. Rasa kantuk mulai ada. Terasa aneh sekali. Perasaan ini biasa disebut dengan Jet Lag. Karena musim panas, siangnya akan lebih panjang daripada malamnya. Ya, aneh saja, jam 7 malem kok kayak jam 4 sore.

Oh ya bagaimana dengan penduduk di sana? Jujur saja, karena bahasa Turki ku masih kurang bagus, aku belum bisa berkomunikasi dengan mereka. Memang tampak perbedaan yang mencolok. Mulai dari gaya bicara, pakaian dan kebiasaan. Suatu hari, aku dan Aziz serta Irfan abi, pelajar ITU (Istanbul Teknik Universitesi) hendak menukarkan uang di kota. Perjalanan dari asrama ke halte bus jaaauhhhh sekali. Sudah gitu jalannya menanjak pula. Mataharinya terik pula. Wuiihh..capek pangkat tiga. Namun, anehnya aku berkeringat sedikit saja. Dan langsung hilang. Memang panas, namun sekali berteduh, sejuk datang menjemput. Dan saat mendekati halte bus, keramaian mulai muncul. Karena di daerah Uskudar sepi. Ya sepi sekali.

Di dalam bus gandeng tiga, aku melihat sekeliling. Ya Allah, pakaiannya tak kalah terbuka dari Indonesia. Sejauh mata memandang seperti demikian deh. Hiiy...dan tak hanya di Bus, sepanjang perjalannya pun demikian. Ah, sudah tak usah dibayangkan. Memang mereka kan banyak mengikuti budaya eropa, layaknya Indonesia mengikuti budaya Korea. Namun kalau ada juga yang tertutup. Menggunakan jas detektif, kerudung. Rapi deh. Subhanallah.. Berkebalikan banget sama yang tadi.

Di Turki selain mobil banyak, pejalan kaki lebiihhh banyak. Orang turki memang suka jalan. Gak kayak orang Indo, yang ke warung 100 meter dari rumah aja naek motor. Upss..keceplosan. Dan jalan mereka cepat sekali. Jadi sepanjang jalan di pusat kota bagaikan lautan manusia menutupi trotoar dan jembatan layang. Wuiihh... dan aku setelah kuamati, hampir semua orang pakai sepatu rapi. Gak da sendal jepit apalagi nyeker. Tampak sekali mereka suka berjalan, bukan? Pantas sehat-sehat.

Aku tiba di Mall yang konon terbesar se Eropa. Emang bener. Gueedhheee buanget.. Solo GrandMall lewat, SoloSquare gak level! Tingkat berapa ya aku juga gak tahu. Luaas banget. Aku tengak-tengok, liat ke sana kemari, takjub melihat Mall yang Super Duper Gedhe. Mau ambil foto sungkan. Nanti di kira Turis. Lhoh, kan emang turis ya? Hehe.. sayang di sana serba mahal. Bisa 2-3 kali lipat harga di Indonesia. Terutama elektroniknya. Hadehh...

Capek, tepar aku sampai asrama. Beehh.. cukup jauh aku berjalan. langsung mandi menikmati air hangat. Mau tidur juga tanggung 2 jam lagi magrib. Tapi akhirnya ketiduran. Benar-benar letih.

Esoknya...Selasa, 28 Agustus 2012

Aku diajak futsal sama anak Semesta (SMA PASIAD di Semarang). Ku kira dekat. Lagi-lagi aku harus rela berjalan jauuhhh. Lebih jauh dibanding ke Halte Bus kemarin. Dan jalannya menurun. Menurunnya gak main-main. Cukup curam. Memang Uskudar berada di perbukitan, jadi kotanya naik turun sedemikian rupa. Ah, tak apa-apa lah hitung-hitung buat pemanasan.

Tiba-tiba saja saat kita bermain, tanpa permisi hujan langsung mengguyur. Dingginnnn sekali. Aargghh... hujan pertama yang kurasakan disini. Tak pedulikan hujan, permainan tetap berlanjut. Meski basah kuyup kedinginan dan gemetaran, semangat kami tetap hangat dan kokoh tegap berjuang. Halah...

Sore pun tiba, setelah asar pukul 17.05 kami jalan-jalan ke taman dekat asrama. Aku, Aziz, Tirmidzi Abi, Rizal, Aril, Humam, Rere, Riski, Nadhifan,dan Javier. Tamannya terawat. Ada beragam alat olahraga di sana. Cocok buat fitnes sederhana tanpa biaya. Ada juga taman bermain anak-anak. Tampak menyenangkan. Tamannya bertingkat-tingkat. Di tingkat paling atas tampaklah sebuah landscape yang lebih indah daripada yang aku lihat di kamar. Bangunan tampak lebih jelas. Lautan pun tampak lebih luas. Kapal api tampak begitu banyak. Udaranya juga semakin dingin tapi sejuk. Hmmm...berkali-kali aku menghirup udara dalam-dalam. Ya kami habiskan saja waktu di sana berfot-foto ria, bergurau, atau sekedar menikmati pemandangan. Subhanallah...

Malamnya..

Abdul Kadir Abi datang. Kami terlambat, dan dimarahi sedikit karena keluar tanpa izin ke taman, tadi sore. Oh ya, beliau orang turki tapi bahasa Indonesianya sudah lancar. Meski masih beraksen Turki. Beliau menasihati kami akan bahayanya keluar tanpa izin. Seperti resiko duculik kemudian dijual hatinya, dsb. Beliau juga cerita pernah ada mahasiswa Indo yang gak sengaja menyenggol orang Turki saat di bus malam-malam. Kemuadian orang turki itu tak terima dan melapor ke polisi. Akhirnya, mahasiswa tersebut di penjara. Kisah nyata, masih hangat dan membuatku semakin waspada.

Kami berkumpul di Salon untuk membicarakan sesuatu. Apakah itu? Universitas kami, anak dari SBBS saja. Satu persatu kami diumumkan telah diterima dimana saja. Ada yang di Ankara, di Trabzon, Antalya, dan Istanbul. Lalu tiba giliranku. Sebelumnya aku belum tahu aku akan kuliah di Univ mana. Karena namaku tak kunjung muncul di beberapa universitas yang sudah pengumuman. Ternyata aku diterima di Abant-Izzet Baysal Universitesi yang letaknya di provinsi Bolu. Kabar baiknya jurusanku Biologi bahasa Inggris. Dan baru aku saja yang dapat jurusan dengan pengantar bahasa Inggris diantara teman-temanku. Ya...kabar yang baik juga deh (He..he..optimis) belum ada mahasiswa/i Indonesia yang sudah kuliah di sana. Jadi, aku, Rasyid (Anak Semesta) dan Siti (Anak Fatih Kiz) menjadi pelajar Indonesia pertama yang kuliah di sana. Universitas macam apa itu? Aku juga belum pernah mendengar. Tak seterkenal ODTU, ITU, IU(Istanbul Unversitesi), AU(Ankara Universitesi), dsb. Ah, tak apa-apa lah. Beliau bilang, kami besok segera berangkat ke sana karena daftar ualng akan dimulai hari Jum’at. Lebih cepat, lebih baik.

Setelah pengumuman aku penasaran dengan kotaku nanti. Bolu? Apa itu? Kok kayak nama kue? Dimana itu ya? Dan banyak pertanyaan lain yang menari-nari di atas kepalaku. Meski tak sesuai dengan harapan, kuliah di Ankara, aku yakin inilah yang terbaik yang diberikan oleh-Nya. Dan aku harus bersyukur. Pasti banyak hikmahnya. Yeah, jalani saja dengan senyuman dan rasa riang di hati. Bismillah....

Esoknya...

Tak ada momen special sepanjang hari ini. Menunggu jemputan. Galau apakah benar hari ini aku akan berangkat. Yang artinya berpisah dari teman-teman. Sedih rasanya. Harus sendiri. yah, itulah yang diputuskan-Nya. Pasti ada suatu hikmah dan pelajaran berharga di dalamnya. Meski tak ada rombongan dari sekolah sendiri, meski tak ada abi dari Indonesia yang akan menunggui kami, aku harus bisa survive! Harus bisa mandiri! Belajar berbahasa yang baik, agar dapat saling memahami.

“Bahasa bukan soal benar atau salah. Namun, saling memahami atau tidak”

Yah, meski demikian aku harus bisa lancar berbahasa Inggris dan terutama turki. Harus terus semangat!

Magrib telah tiba. Saat aku berada di ruang bersantai, tepatnya di lantai dua asrama, Danang Abi memanggilku dan Rasyid. Menyuruh kami bergegas berangkat. Karena jemputan sudah tiba. Aku segera ambil langkah seribu, naik ke lantai 4 mengambil barang bawaan. Whew, akhirnya kami berangkat juga. Kusempatkan berpamitan dengan semua teman-teman. Tak terkecuali teman-teman baruku. Ah, aku bakal merindukan mereka. selamat berjuang kawanku! Perjuangan baru saja akan dimulai! Persiapkan dirimu!!! Kala itu, Fatchul, Aziz, Abid, Zaki, Tirmidzi abi mengantar kami hingga pintu asrama. Lambaian tangan tanda perpisahan menjadi awal mulainya perjuangan di Turki ini.

Udara di sini selalu saja dingin. Meski siang hari pun, tetap saja. Hari pertama di Bolu. Belum ada kegiatan yang kami rencanakan. Pendaftaran ulang akan dilakukan hari Jum’at. Seharian kami habiskan untuk tidur. Melepas lelah.

Sore hari, setelah kubujuk beberapa kali, Danang Abi bersedia mengajak kami jalan-jalan. Bahasa Turkinya lancar. Bisa bercakap dengan orang turki tanpa ada masalah. Maklum di sudah ikut TOMER dan dua tahun berada di Turki. Oke kita akan berpetualangan di Bolu. Kami semua tentunya juga belum mengenal kota ini. Pokoknya jalan-jalan saja.

Bolu, sebenarnya cukup luas. Hanya saja sebagian besar lahannya masih difungsikan untuk berkebun atau dibiarkan kosong. Tampak sekali dari rumah-rumahnya yang saling berjauhan. Populasinya nampak tak terlalu banyak dibanding dengan Istanbul, Ankara ataupun Izmir. Dibilang Metropolitan juga tidak. Mungkin mirip kota Solo deh. Pusat keramaiannya hanya satu. Yaitu di pusat kotanya. Kupikir apa saja ada di sana lengkap sekali. Pusat yang benar-benar pusat. Baru nampak keramaian di sana. Dan nampak sekali baru diadakan renovasi jalan dan bangunan. Layaknya kota baru dibuat saja. Mungkin 1-2 tahun ke depan kota ini sudah bagus. Tapi sekarang saja jika dibanding Indonesia mah jauh.. di sini lebih tertata. Enak dilihat. Bangunannya tidak kumuh. Polusinya sedikit. Jadi udara ramah bagi pejalan kaki. Orangnya juga nampak ramah dan menyenangkan. Ah, sayang aku belum mengerti bahasa Turki secara baik. Aku harus bisa!

Kami menemukan sebuah taman yang cukup besar. Terawat dengan baik. nyaman digunakan buat piknik. Tempatnya tak berundak seperti yang kutemukan di Uskudar. Namun, tak kalah bagusnya. Ada sebuah kolam yang memancarkan air mancur. Membentuk sebuah pelangi mini yang indah. Ada juga replika jembatan Bosphorus di sana. Bebek-bebek berenang ria di bawahnya. Kami pun berfoto-foto di sana. Mengabadikan momen ini. Bukan bermaksud narsis lho ya.. yang narsis itu Danang Abi. Hehe...

Sempat kami singgah di Masjid untuk sholat Asar. Masjidnya berwarna pink! Dalamnya... subhanallah. Indahnya bukan main. Ornamen-oranmennya unik. Berwarna-warni. Memikat hati yang sengaja ataupun tak sengaja melihatnya. Ah, harus tetap khusyuk sholatnya. Setiap masjid di Turki memiliki dua mimbar. Di sebelah kiri untuk dakwah atau ceramah sehari-hari. Dan yang sebelah kanan dan letaknya lebih tinggi, digunakan untuk ceramah saat acara tertentu. Seperti khutbah sholat Jum’at, Idul Adha, Idul Fitri. Unik bukan? Tempat wudhunya pun unik. Mirip wastafel. Jadi untuk membasuh kaki harus menaikkannya ke wastafel tersebut. repot memang. Dan letak tempat wudhunya di luar masjid. Jadi harus pakai alas kaki lagi. Sebelum masuk ke masjid, ada tempat penitipan sepatu. Hampir tiap orang turki tak ada yang emngenakan sandal untuk pergi sholat. Dan selama sholat mereka selalu memakai kaos kaki. Karena kepercayaan mereka menganggap jika kakinya terlihat, akan menjadi suatu aib. Ah, entahlah. Aku hanya dengar kabar burung. Tapi mungkin demikian.

Ah, lagi-lagi capek. Sepulang dari jalan-jalan. Kami melihat ada dua orang sedang berdiri di depan pintu asrama. Mereka menyambut kita. Yang lebih tua bernama Elbruz abi. Yang nampaknya seumuran denganku, bernama Talgat. Mereka berdua dari Kyrgyztan. Ah, mereka bisa bahasa Turki. Aku tak mengerti apa yang mereka katakan. Sayang sekali. Di sini aku mulai menunjukkan bahasa Inggrisku yang masih modal berani.

Ternyata Elbruz abi adalah mahasiswa Abant-Izzet Baysal Universitesi. Tahun kedua. Jurusan Biologi pula. Jadi aku bisa meminta bantuannya, jika mengalami masalah. Sedangkan Talgat adalah calon mahasiswa yang hendak mendaftar ke sana. Seperti kami berdua. Si Elbruz abi kemudian mengajak kami makan. Artinya jalan lagi ke pusat kota. Yang dapat ditempuh 10 menit perjalanan. Ya Allah, tambah capek deh.

Makan di Turki memang butuh penyesuaian. Selain rasa, aroma dan, selera, yang menjadi kendala adalah harga. Memang beragam harga ditawarkan. Tapi untuk ukuran orang Indo, semua akan terasa mahal. Kecuali tahu tempat yang murah (Ya iyalah, ah gimana si? Membingunkan banget nih!). Dan karena sudah dua tahun di sini, Ebruz tahu tempat yang murah. 4 Lira dapat 4 jenis makanan dengan roti dan air putih gratis. 4 x 5000 = 20,000 sekali makan. Eh, mahal ya? Hehe.. Dan di sinilah aku merasakan Tavuk (baca: ayam) ala Turka. Rasanya sama seperti Indonesia. Lebih jumbo saja. Ya, pokoknya endingnya aku kenyang. Jalan saja sampai sudukan. Hehe...dan gratis. Pulang di rumah segera sholat magrib, menunggu satu jam dan dilanjutkan sholat isya. Kemudian langsung tidur. Ah, leganya.

Esok harinya,Elbruz abi menjemput. Hari ini kita akan melakukan pendaftaran ulang di Abant-Izzet Universitesi. Ternyata ada lagi dua abi yang sebenarnya sering aku lihat di kantin saat makan. Namanya, aku tidak menanyakannya. Yang satu berbadan normal (setinggi diriku), berkulit putih (seperti orang Cina) dari Marmara universitesi jurusan ilahiyat. Satu lagi dari Kenya, tinggi berkulit hitam yang akan mendaftar di Abant-Izzet pula.

Kupikir kami akan langsung ke Universitas, ternyata kita harus ke bank, untuk pembayaran universitas. Kemudian ke kantor pajak, mengurus nomor pajak. Setelah itu ke kantor pemerintahan provinsi Bolu untuk meminta ikamet (baca: KTP nya turki. Tapi lebih ke izin tinggal. Tidak berpindah kewarganegaraan). Barulah ke universitas.

Kupikir bakal cepat. Ternyata lama sekali. Karena abi-abi jalannya cepat sekali, kami harus berlari menyamakan langkah. Kita memang mengejar waktu. Sepanjang jalan nafasku selalu tertahan. Kakiku pegal lagi. Haduuhhh...

Setelah semuanya clear, akhirnya kita naik bus ke Universitas. Kulihat ongkos busnya. 1,2 Lira untuk pelajar. 1,5 Lira untuk pegawai. Mahal juga ya. 1,2 x 5000 = 6000. Memang sih jaraknya jauh. Naik gunung. Ya untuk ukuran turki mah normal. Selama di perjalanan kami semua terpaksa berdiri karen memang ramai.

Universitasnya luas. Dikelilingi oleh hutan. Dari sini nampak pegunungan yang mengitari kota Bolu. Pemandangannya jauh lebih Indah. Dari sini tampaklah semua kota di bawah sana. Dan semakin naik ke atas artinya udaranya semakin dingin. Dan itulah masalahnya bagiku jika musim dingin nanti. Kita lihat nanti.

Di gedung rektorat, aku bertemu Siti Rahmah. Satu-satunya pelajar putri dari Indo yang kuliah di sini. Dia di antar abla (baca: kakak perempuan sebagai pengasuh)nya naik mobil pribadi. Kami pun berkenalan. Nampaknya bahasa turkinya untuk percakapan sehari-hari tidak masalah. Buktinya dia bisa akrab dengan ablanya. Berkali-kali ablanya mencubiti pipinya tanda sayang, gemas, atau apalah artinya. Dia mendapat jurusan yang sama denganku. Biologi berpengantar Inggris. Ya alhamdulillah ada teman. Satu jurusan pula. Justru aku yang akan meminta banyak ilmu darinya. Karena aku memilih biologi dengan modal nekat dan bismillah. Hehehe...

Cukup lama. Capek menggelayuti diriku. Harus menunggu nama kami didaftarkan secara resmi di system komputer mereka. unutk membuat kartu pelajar. Namun sayang, ikametnya belum jadi. Terpaksa harus menunggu dan akan kembali lagi saat ikamet ada. Ya alhamdulillah, secara garis besar aku sudah dianggap mahasiswa sana. Meski kartu pelajar belum ada.

Hari ini aku tidak makan siang, begitu pula lainnya. Kami sibuk mengejar waktu. Yah, pantas saja makan sorenya terasa nikmat. Mengenyangkan meski aneh dimulut. Bergegas sholat dan tidur. Ah, besok pagi, Danang Abi sudah kembali ke istanbul. Sedih rasanya, tak ada orang Indonesia yang menemani kita. yang jadi masalah utamaku adalah berkomunikasi dengan orang turki yang kebanyakan tidak bisa berbahasa Inggris.

Aku merasa ngantuk saat menulis ini. Sdah kuniatkan dari semalam untuk menulis kembali cerita selama aku berada di sini. Atas request dari banyak pihak aku lakukan. Danang Abi sudah berpamitan pukul 8 pagi tadi. Dia pulang dengan Marmara Abi dan kenya Abi. Aku belum tau namanya sih. Elbruz abi pun entah tingggal dimana aku juga malas menanyakan. Di asrama ini, yang kukenal hanya Rasyid dan Talgat. Untung Talgat bisa bahasa Inggris. Jadi aku selalu praktik bahasa Inggris dengannya. Ya sama-sama morat-marit kok. Hehe.. saling membenarkan.

Oh ya, baru saja setelah kami pulang jalan-jalan, kami dipanggil oleh orang turki. Sayang sekali talgat yang paham bahasa Turki sedang ke toko. Dan orang ini hanya bisa bahasa Turki. Bingung aku dibuatnya. “Oturun..oturun..” Yang kutahu beliau mempersilakanku duduk di sebuah ruang tamu yang cukup cozy. Beliau menyuruh kami menunggu. Ternyata beliau mencari temannya yang paham bahas inggris. Akhirnya aku tahu, ternyata beliau adalah Faruk Bey, penanggung jawab kami selama berada disini. Orangnya baik sekali. Namun sayang, aku belum bisa berkomunikasi yang baik dengan beliau. Ya suatu saat nanti aku harus bisa.

Entah kapan aku bisa ke internet untuk memposting blog ini. Selama di Bolu aku akan terus menulis perjalanan ini. Aku harap hari demi hari berlalu dengan penuh makna. Pasti masalah banyak menghadang, namun bukankah tiap masalah punya solusi? Aku akan berusaha terus menemukannya. Agar terus naik ke level masalah yang lebih susah. Artinya level diri kita semakin meningkat. Bismillah. Mohon doa dari sobat blogwalker dimanapun kalian berada.




Read More......

Selasa, 04 September 2012

The First Step

Ciledug, Minggu 26/08/12 - 16.20 WIB
Kemarin, telah kupersiapkan segala keperluan, mulai dari pakaian, makanan, buku, alat elektronik, dsb. Dan hari ini adalah packing terakhir untuk berangkat menuju negeri asing tersebut. sampai sekarang pun aku masih bingung. Sebaiknya berapa koper yang harus aku bawa. jika satu masih kurang cukup, dua malah menjadi tambahan beban di bagasi nantinya. Dan akhirnya kuputuskan untuk membawa satu koper dan satu tas, macam tas belanjaan, besar. Setelah segalanya siap segera aku, orang tua dan adikku ke bandara. Meninggalkan nenek di rumah sendiri untuk sementara waktu. Untuk bersiap meninggalkan tanah air tercinta. Mobil pun telah siap dijalankan. Pukul 19.35 nanti, akan menjadi catatan bersejarah bagi diriku.

****
 
Delapan belas tahun sudah aku tinggal di Indonesia. Bermacam-macam pula cerita yang telah aku lewati. Beragam kota pula telah aku singgahi. Dan juga berbagai macam sahabat telah aku temui. Segalanya terangkum rapi dalam memoriku dengan folder yang bernama “Indonesia My Country”.
Sejak kecil aku memang suka berpindah tempat. Kalau teman-temanku bilang aku orang “Nomaden”. Yang berarti suka berpindah. Istilah tersebut digunakan pada zaman purba untuk para Homo (manusia) yang hidupnya suka berpindah. Ya itu gurauan mereka, aku hanya menanggapi mereka dengan tersenyum. Berawal dari rumah sakit Harapan Bunda di Jakarta. Karena sudah lebih dari 9 bulan diriku ini bebal tak mau keluar dari perut ibunda, aku pun disesar. Artinya baktiku pada bundaku harus benar-benar besar.

Setelah lahir aku segera dibawa pindah ke kota di pulau lain. Aku lupa urutannya. Suatu saat akan kutanyakan. Kota itu adalah Medan, Ujung Pandan, Blitar, Malang, Semarang, Sragen dan rumahku yang saat ini dan, InsyaAllah, untuk seterusnya adalah Tangerang. Mengapa aku sering berpindah. Karena tuntutan kerja ayahku yang memaksa beliau harus berpindah dari satu kota ke kota lain tiap beberapa tahun.

Aku bersyukur bisa singgah di berbagai kota. Hal yang paling aku syukuri adalah bertemu dengan banyak sahabat dengan karakter yang berbeda. Dan setiap sahabat punya cerita masing-masing dalam diriku. Waktu di Ujung Pandan dan di Medan, aku sungguh masih kecil sekali. Segalanya putih terkadang samar-samar, timbul-tenggelam. Memori-memori masa itu. Sungguh telah lama sekali, dan sulit untuk mengenangnya. Aku lebih sering mengetahui cerita masa kecilku di kota tersebut dari orang tuaku. Serta dari foto-foto jadul yang tersusun rapi di rak buku rumahku. Nampaknya indah. Dan aku percaya itu. Keinginanku adalah bisa bertemu dengan teman-teman kecilku dulu. Mungkin pertemuan tersebut tak langsung aku sadari, karena wajah mereka juga samar-samar dalam hardisk pikiranku.
****

Jakarta, Minggu 26/08/12 - 16.45 WIB
Jakarta memang selalu ramai. Sudah terkenal sampai segala penjuru nusantara bahwa kota ini akan mengalami kemacetan abadi. Takkan bisa di hentikan. Karena sudah terlanjur demikian. Dan itu memang sering menguji kesabaran kita. Belum lagi SMS yang cukup meengejutkan kami. Berasal dari temanku.

"Do, pesawat berangkat jam 18.15. Kita mau check ini lho. Cepet kesini "

Memang masih lama, dan semoga saja tidak macet. Bundaku agak panik setelah mendengar keberangkatan yang dimajukan. Segera ayahku dengan bijak menenangkan beliau. “Kalau kita panik takkan menyelesaikan masalah. Percayakan sama Allah dan Dia akan memberi jalan yang terbaik. Tenang saja, pasti sampai”.
****
 
Malang, kota apel, pernah menjadi kota yang aku singgahi. Saat itu aku masih sekolah di TK Sabilillah. Kalau memori tentang ini aku bisa mengingatnya lebih jelas. Dan aku selalu bergumam, “Ah, masa-masa itu. Betapa konyolnya diriku” saat mengenangnya. Mulai dari sini otakku mulai berjalan. Mulai merekam kejadian yang aku anggap penting. Beragam kekonyolan masa anak TK dapat kuingat kembali. Jl. Bukirsari telah menjadi saksi bisu kehidupanku di kota apel tersebut. Serta sepeda pink yang setelah naik ke TK Nol Besar baru aku copot dua ban yang menopang ban di belakang. Sehingga aku resmi menjadi anak yang keren. Bisa mengendarai sepeda roda dua. Sebuah kebanggaan yang amat sangat saat itu. Senyum pun aku umbar ketika keliling kampung mengendarai sepeda. Meledek anak-anak kecil yang sampai sekarang sepedanya masih beroda empat. “Ah, masa-masa itu”

Belum lagi kejadian Layangan Sawangan. Di mana hampir saja aku ikut terbang ketika disuruh memegang tali tambang yang digunakan sebagai benang layang-layang tersebut. Benar-benar berat. Jika tidak dihentikan oleh Mas, namanya aku lupa, mungkin aku telah terbang bersama burung-burung di angkasa. Dan banyak sekali kejadian lainnya yang timbul tenggelam dalam pikiranku.
Blitar, kota yang hanya satu tahun aku tinggal. Kurang dari itu malah. Aku pindah dari Malang setelah lulus TK dengan predikat memuaskan. Dan segera akan mengemban pendidikan SD di SDIT Kardina Massa. Ya, bangku SD. Aku merasa lebih keren saat itu.

Di kota Blitar, meskipun hanya sebentar aku mengalami banyak petualangan. Teman-teman satu komplekku sering mengajakku bermain. Menjelajahi komplek, mengekspedisi bangunan kosong dan bangunan yang baru dibuat, bermain di sawah, di sungai, melihat para pekerja bangunan, menembaki burung-burung dengan ketapel, sholat di surau. Belum lagi saat di sekolah. Tak kalah banyak pengalaman yang aku dapat saat kelas satu SD ini. Aku ingat saat pendaftaraan ulang disana. Melihat banyak anak-anak seumuranku. Ada yang bahagia, ada yang menangis dipeluk ibunya, ada yang lari-lari bercanda, ada yang hanya diam termenung. Dan aku adalah yang masuk di golongan terakhir.
Di sekolah ini aku sungguh bahagia. Pendidikan agamanya bagus. Yang aku sukai adalah saat guruku bercerita. Ya bercerita apa saja tentang sejarah Islam. Pengajarannya pun menyenangkan. Tak ada kekerasan. Hanya jika melakukan kesalahan bisa dihukum berdiri di depan kelas atau bahkan bisa dikeluarkan dari kelas. Yang paling parah hanya dipanggil ke ruang kantor dan dinasehati secara baik-baik. Tanpa ada kekerasan. Dan aku, alhamdulillah tak pernah mengalami yang namanya di hukum. Banyak hal menarik yang lagi-lagi timbul-tenggelam dalam pikiranku.

****

Cengkareng, Minggu 26/08/12 - 17.15 WIB

“Abang kita di pintu keberangkatan mana?”

“Di jalur kedatangan 2 gerbang E3”

Bandara Soekarno-Hatta sudah nampak. Alhamdulillah, macetnya tak terlalu parah. Pesawat terbang telah berejejer rapi di landasan pacu. Beragam maskapai. Ada Qatar, Malaysia, Turkish, Garuda Indonesia, LION air, dsb. Ah, sebentar lagi. Pukul 18.15 yang akan menjadi saksi bersejaah atas langkah pertamaku ini.

Sesampai di bandara, segera kuturunkan barang bawaanku dan tanpa banyak kata segera menuju ke Gate E3. Nampaknya teman-teman sudah check in. Beruntung aku bertemu Aziz, memberi salam dan ia segera menunjukkan jalan menuju check-in. Print out tiket dan passpor sudah didapat dari Pak Evin dan aku dapat check in.

Kurang tiga orang. Ke 14 anak lainnya termasuk diriku sudah check in. Menimbang luggage kita sambil menunggu mereka. Aku keluar lagi, menemui orang tuaku dan memastikan bahwa semuanya aman terkendali. Tak perlu panik karena pesawat akan berangkat pukul 18.15. aku berfoto dengan mereka dan bertemu dengan orang tua temanku. Menjabat tangan mereka dan mempersembahkan senyuman. Ya, tinggal sebentar lagi.

****
 
Semarang, adalah kota yang selanjutnya aku tinggali. Semakin bertambahnya tingkat sekolahmu, semakin besar pula pengalaman yang akan kau alami. Besar dalam banyak arti. Lebih menarik, lebih seru, lebih menantang, lebih membuat kau membuka mulut dan mengatakan “Wow”. Seperti yang kuceritakan tadi, di Blitar aku hanya singgah sebentar, kelas 2 sampai 4 SD aku menetap di Semarang. Kota baru, lingkungan baru, sahabat baru, dan pastinya pengalaman baru. Aku suka itu. Sungguh terlalu banyak, dan semuanya berkesan sehingga aku bingung bagian mana yang ingin aku ceritakan. Terutama setelah kepindahanku ke Sragen.

****

Bandara Soekarno-Hatta, Minggu 26/08/12 18.05 WIB
Pemeriksaan demi pemeriksaan sudah kami lakukan. Sedih sekali rasanya berpisah. Dengan keluarga, dengan sahabat dan dengan negara ini. Salam perpisahan pada keluarga membuat makin kental saja rasa kerinduan ini. Ah, aku harus ikhlas untk berpisah dengan mereka. Berhijrah menuju negara Bulan Sabit. Segalanya telah siap dan tinggal menyusuri lorong bandara saja untuk menuju ke pesawat. Selamat jalan semuanya. Ibundaku, ayahandaku, adikku, kakek dan nenek, sanak famili, guru-guru dan teman-teman. Aku mohon doa kalian. Untuk menjadi semangat dalam jiwaku. Agar terus bangkit dan berjuang untuk belajar. Merengkuh pengalaman baru. Bertemu dengan orang-orang baru. Di negeri seberang yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya. Aku akan kembali dengan membuawa sesuatu. Meskipun sedikit aku harap dapat berguna.

Malaysia Airlines, Minggu 26/08/12 - 18.20 WIB
Laju pesawat mulai kencang bersiap lepas landas. Kulantunkan doa bepergian. Dan mulai menyusun harapan kedepan. Berusaha menghilangkan segala rasa was-was di dada. Sulutkan rasa percaya diri akan semangat untuk berhijrah ke negara orang. Kupenjamkan mataku. Kurenungkan dalam-dalam lagi. Apa niat dan tujuanku pergi ke sana. Pergi ke Turki, mengarungi kehidupan baru disana. Dan pesawat telah lepas landas. Bismillah.

Read More......