Sabtu, 28 Juli 2012

Senja di Tanah Gemolong

Alhamdulillah, sore ini aku sempat merasakan siraman sang mentari tepat di wajahku. Begitu hangat namun menyilaukan. Hari ini aku tiba di tanah Gemolong, dimana aku pernah menjadi bagian dari sejarah kota ini. Ya, 3 tahun aku bersekolah di SMAN SBBS. Disinilah aku mengenal banyak hal. Rasa memahami, mentoleransi, saling berbagi, berempati dan banyak ilmu-ilmu kehidupan yang telah aku pelajari disini.
Angin sepoy-sepoy mengerak-gerakkan ringan rambut keritingku. Kubiarkan ia menerpa tepat diwajah. Aku begitu menikmatinya. Sudah lama aku meninggalkan kota sejuta kenangan ini. Sebenarnya baru dua bulan sih. Tapi entah rasanya seperti bertahun-tahun. Dan hari ini, aku kembali ke sini. Entahlah, aku mengikuti suara hati.
Sudah aku niatkan sebelumnya hijrah ini untuk bersilaturahmi. Menghangatkan kembali persaudaraan dengan teman seangkatan, kakak angkatan serta adik-adik kelasku. Aku benar-benar rindu bersama diantara mereka. Melalui hari bersama di tanah Gemolong ini.
#######

Pukul 20.20 hingga pukul 6.40 bukan lah perjalanan yang singkat. Pernahkah kau merasakan menunggu? Terasa lama bukan? Apalagi kalau waktunya memang benar-benar lama. Perjalanan yang kutempuh memang terasa sepi. Aku sendirian. Tak ada teman yang bisa diajak bicara. Hanya sesekali aku membalas senyuman orang-orang yang aku lewati di gerbong kereta. Karena kebetulan aku duduk sendiri. dalam menunggu itu aku mendapatkan banyak hal. Sebuah perenungan yang amat dalam. Yang membuahkan penyesalan. Menyesal? Bolehkah kita menyesal? Boleh-boleh saja menurutku asal penyesalan itu kau gunakan untuk memperbaiki dirimu. Agar tak timbul penyesalan yang sama. Penyesalan yang terulang memang  terasa menyakitkan, bukan?
Dalam perjalanan itu aku merasakan kedamaian. Kedamaian yang jarang aku rasakan. Ah, betapa seringnya aku terlena dan mengikuti setan serta nafsu duniaku. Membaca Alqur’an lah yang membuatku damai. Ya, damai hingga kedalam hati yang terdalam. Awalnya memang sungkan. Karena aku berada di tempat umum. Tidak lazim bukan?
Tidak lazim? Siapa yang bilang tidak lazim? Bukankah muslim seharusnya begitu? MengingatNya dimana-mana? Dan salah satunya adalah dengan membaca Al-qur’an. Namun mengapa aku merasa asing sendiri? diantara kerumunan aku merundukkan kepala. Berusaha kusyuk menikmati membaca Al-Qur’an. Terbesit dipikiran sebuah hal yang buruk. Merasa diri sok suci dan alim padahal aku tak pantas. Sedangkan kebanyakan lainnya sibuk dengan obrolan, HP, atau hal lain aku merasa aku yang paling alim. Segera kuhapuskan pikiran-pikiran itu. Aku pasti tahu, nafsu ini hendak mengantarku pada sifat ria’. Nafsu ingin dipuji orang lain. Mengapa terlintas dibenakku? Aku paksakan untuk menghilangkan hal itu dan terus membaca kitab suci ini. Peduli amat dengan pikiran itu, peduli amat dengan tanggapan orang. Aku terus berusaha menenggelamkan diriku ke dalam lantunan Al-Qur’an yang aku baca sendiri.
Perjalanan benar-benar terasa panjang. Aku berusaha memejamkan mata dan memposisikan diri yang nyaman agar bisa terlelap tidur. Terus demikian. Berulang kali aku melihat ke jendela. Berharap fajar cepat menyingsing. Berkali-kali aku menggaruk-garuk rambutku yang tak terasa gatal. Mulutku komat-kamit menyambung dzikir yang sempat terputus karena lamunanku. Berusaha terus mengingatnya. Dan seketika aku terlelap tidur.
Aku terbangun lagi untuk ke beberapa kalinya. Suara penjaja makanan dan minuman itu muncul lagi. Di setiap stasiun berhenti, mereka bergerombol masuk ke gerbong dan mulai meneriakkan barang mereka. Ah, ribut sekali. Kesal aku mendengar mereka. Namun aku berpikir, mereka sedang ikhtiar. Memperjuangkan nasibnya. Menghidupi keluarga. Aku tahu pasti barang yang mereka tawarkan lebih mahal dari aslinya. Barang yang mereka jajakan entah darimana berasal. Bersih atau tidak. Baru atau lama. Ya pasti dalam benakku timbul seribu kecurigaan pada mereka. Tujuan mereka sebenarnya hanya satu mencari uang. Ah, kadang aku tak tega melihat jerih payah mereka. Namun diraut wajah mereka tak tampak sama sekali kesedihan. Yang ada adalah harapan besar demi keluarga. Ah, aku hanya beli sebotol aqua seharga tiga ribu saja. Maaf.
Fajar menyingsing. Seusai sahur dan sholat subhuh aku menikmati pemandangan pagi yang subhanallah luar biasa. Sawah melintang bak permadani kuning-hijau tergelar di hamparan luas kiri kanan sejauh mata memandang. Pegunungan gagah biru tampak sembunyi malu-malu dibelakang kabut. Angin pagi sepoy nan mendamaikan. Segala keindahan pagi ada pada saat itu. Dan hal ini menandakan aku sebentar lagi tiba di gemolong. Menuju sekolahku dulu. Bersilaturahmi.
#######
Sore ini menjadi saksi atas petualanganku selama di Jawa Tengah nanti. Semoga menyenangkan dan banyak hikmah yang dapat kupetik. Ya, aku ingin bertualang.

0 comments:

Posting Komentar