Ini adalah sebuah tulisan yang belum sempat aku publish. Entah kapan aku menulisnya, namun aku harap bisa bermanfaat bagi pembaca sekalian... :D Salam ukhuwah
Sudah lama sekali tangan ini beku. Tak menulis. Entahlah, aku saja yang malas. Kegiatanku selama di Turki sebenarnya tak terlalu menyita waktu. Aku saja yang tak pandai mengelola waktu. Mohon jangan ditiru. Banyak hal yang sebenarnya ingin kuceritakan. Pengalaman menarik yang dapat kubagi selama berada di Turki. Ah, aku benar-benar ingin sekali.
Musim dingin sudah tiba disini kawan. Segala penjuru kota putih diselimuti salju. Indah, menyenangkan, namun dingin. Yah, aku tak terbiasa dengan hawa dingin yang benar-benar menusuk ini. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku terbiasa. Bolu, kota dimana aku tinggal, memang termasuk kota yang bersuhu dingin meski bukan yang terdingin. Segalanya adalah cobaan darinya. Aku harus survive mempertahankan diri. Sabar, bersyukur, istiqomah. Alhamdulillah selama disini belum pernah sakit. Paling hanya sakit kepala gara-gara materi kalkulus.
Mengenai universitas dan kuliah, alhamdulillah sejauh ini, dengan pertolongan Allah azza wa jalla, bisa kulalui dengan lancar. Meski biology sebenarnya bukan bidangku, alhamdulillah bisa kupahami ilmu kehidupan tersebut. Cobaan bukan hanya dari mata kuliah, namun dari teman-teman di kelas. Aku adalah satu-satunya ‘turis’ di kelas. Sehingga dengan cepat menjadi pusat perhatian. Mayoritas pelajar adalah mahasiswi. Dan inilah cobaan terberat bagi kaum pemuda, termasuk diriku. Gadhul bashar, tameng pelindung dari fitnah, harus kupakai setiap berada di kelas maupun di lingkungan universitas. Berat memang, namun itulah cobaan dari Allah. Dan pula, mengingat tujuan disini untuk menuntut ilmu. Bismillah.
Di luar dari kelasku, sebenarnya orang asing ada banyak. Seperti yang sudah kuceritakan di artikel sebelumnya, aku memiliki teman dari Kenya dan Kyrgyztan. Selain mereka, ada pula temanku yang berasal dari Afghanistan, Nigeria, Kongo, Georgia, Turkmenistan, Liberia, Spanyol, Jerman, Amerika, dsb. (mungkin lebih). Ramai sebenarnya. Namun orang Indonesia cuma ada aku, Rasyi dan Siti.
Menjadi orang asing disini memang benar-benar terasa asing. Pasti semua itu dialami oleh siapapun yang berada di negeri orang untuk pertama kalinya. Sering aku ditanya oleh penduduk sekitar tentang dari mana aku berasal. Kadang ada yang menebak diriku berasal dari Jepang. Yeah, karena mataku sipit katanya. Aku menyukai penduduk sekitar. Mereka ramah. Alhamdulillah patut diyukuri bukan? Meski rindu akan lingkungan Indonesia.
Jika kita melakukan sesuatu hal terus menerus, lamalama kita akan terbiasa. Yah, persoalan makanan yang memang benar-benar berbeda memang menjadi kendala di awal aku tiba di Turki. Namun, alhamdulillah, sekarang segala makanan ala Turki dapat aku nikmati dengan penuh rasa syukur. Tapi tetap saja rindu masakan Indonesia. Tak ada warteg disini. Yang menyediakan sambel goreng, ikan pindang, sayur kangkung, tempe dan telor asin. Sabar.
Barang-barang disini memang mahal sebanding dengan tingkat kemakmuran rakyat. Meski setiap bulan, alhamdulillah, mendapatkan beasiswa, namun benar-benar harus dijaga. Karena diawal-awal bulan disini, entah tiba-tiba cepat sekali uang tersebut habis. Masih perlu memanage uang sebaik mungkin. Tapi yang aku salut ngeprint disini lebih murah. Seharga dengan biaya fotokopi. Selain itu kebanyakan segalanya mahal. Biaya toilet saja 50 kurus, sekitar 3000 rupiah per masuk.
Entah tahun ini bisa pulang ke Indonesia atau tidak. Karena aku mempertimbangkan banyak hal selain biaya. Semoga Allah memberiku petunjuk, mana yang terbaik. Mohon doanya kawan. Aku rindu Indonesia. Penasaran apa yang berubah disana selama aku tinggal di Turki. Kita lihat saja nanti. Segalanya atas kehendak Allah...waktu yang akan menjawab. Dan hanya ini, untuk saat ini, yang bisa aku sampaikan selama berada disini... Berjuanglah kawan. Sama-sama kita berjuang.Bismillah...\
Hidup takkan berarti tanpa Iman
Iman dapat kita cari lewat renungan
Renungan kita dapatkan dari pembelajaran
Pembelajaran tentang ilmu Kehidupan...
Kamis, 25 April 2013
Dan Hanya Ini
Perbedaan...
Perbedaan...
Adalah suatu yang indah
Meski tak selamanya indah
Kadang menyakitkan
Kadang membingungkan
Perbedaan...
Adalah suatu yang bisa ditolerir
Dengan syarat tertentu
Selama itu benar dan hakiki
Tak menyimpang, tak menyesatkan
Perbedaan...
Dapat membangun persaudaraan
Dapat pula menciptakan peperangan
Karena mungkin salah satunya
Tak sesuai dengan jalan-Nya
Perbedaan..
Tak usah dipermasalahkan
Asalkan dirimu yakin
Berpegang pada dua cahaya abadi
Cahaya yang tak pernah redup
Perbedaan..
Pun dapat menimbulkan persatuan
Yaitu saling melengkapi
Menuju ke jalan kebenaran
Menuju jalan keindahan nan abadi
Selasa, 23 April 2013
Terbangun
Dimana aku berada?
Tempat yang tak kukenali
Mengelilingi memandangi diriku
Redup, sangat redup
Aku takut...
Kuberusaha mengingat
Barangkali aku pernah disini
Namun yang ada, hanya redup
Sedikit sekali cahaya
Aku takut...
Berjalanlah diriku
Entah kemana aku menuju
Dalam keredupan, dalam kedinginan
Melangkah tanpa arah
Aku takut...
Seberkas cahaya muncul
Berada jauh diujung dariku
Dibagian dimana keredupan pudar
Menjadi terang mempesona
Indah, elok, menenangkan...
Berlari meski terasa berat
Bernafas walaupun tersengal
Memaksa badan yang lemah ini
Menuju ke arah datangnya cahaya
Indah, elok, menenangkan...
Siluet seorang pemuda nampak
Siapakah dia gerangan?
Kuberlari semakin kencang
Hanya menuju sumber cahaya
Indah, elok, menenangkan...
Semakin dekat kudengannya
Semakin tampak fisik rupanya
Aku merasa mengenalinya
Entah kapan, entah dimana
Aku yakin, aku mengenalinya
Kudengar salam darinya
Merdu, menenangkan
Seiring salam yang dia ucapkan,
cahaya semakin terang
Hangat dan mendamaikan ...
Terang...Aku pun Terbangun...
Pelaut yang Lupa
Samudera biru yang tergelar
Membiru indah menyelimuti bumi
Berkemilau diterpa sang surya
Sungguh menandakan kebesaran Sang Pencipta
Nampak sebuah titik dari kejauhan
Siapakah gerangan?
Adalah seorang pelaut yang memeluk lutut
Pucat pasi, pakaian lusuh, kedinginan
Nampak kehancuran di perahunya
Menampakkan dahsyatnya Sang ombak
Menyisakan isak dari sang pelaut
Dari sisinya, tak nampak pulau terdekat
Masih cukup jauh harus berlayar
Namun, sudah tak ada daya lagi
Sang pelaut hanya diam,
Mungkin menanti ajal
Apakah dia lupa sesuatu?
Teringatlah sang pelaut
Apa yang telah terjadi padanya
Perjalanannya berawal dari kota kelahirannya
Ia ingin menuju pulau lain
Mencari kehidupan
Ditinggalkanlah ayah bundanya
Serta seluruh saudaranya
Meski mereka relakan kepergiannya
Nampak berat terasa dihati
Sang pelaut ingat
Ia hanya bermodal nekat
Tanpa persiapan matang,
Tanpa bekal, tanpa ilmu yang cukup
Ia pasrah dengan keadaan dirinya
Dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya
Ia terombang-ambing di luasnya samudra
Apakah dia lupa sesuatu?
Sahabat...
Sahabat...
Bagaikan sebuah payung,
menahan air agar kita tak basah
Bagaikan seutas tali,
membantu naik dari jurang yang dalam
Bagaikan seberkas cahaya,
yang menunjukkan jalan keluar
Dan bagai angin nan sepoy
Menyejukkan, mendamaikan...
Itulah gambaran sahabat..
Yang tersambung melalui ukhuwah
Ukhuwah atas persaudaraan islam
Yang dipertemukan oleh Allah
Dalam jalan perjuangan menuju tanah abadi
Cukuplah Allah Bagi Kita
Bukankah Allah itu selalu ada
Siap menerima keluhan
Senang melihat tetesan air mata penyesalan
Selalu menunggu hamba-Nya,
Di pintu pertaubatan
Coba bayangkan diri kita,
Kehidupan kita di masa lampau
Mengulas kembali apa yang telah berlalu
Sebagai introspeksi untuk perbaikan
Allah selalu akan hadir disisimu
Menanggapi segala masalah
Tergantung diri ini, maukah kau mendekatinya?
Sungguh, cukuplah Allah sebagai penolong kita...
Zonguldak
Postingan ini seharusnya aku publish January lalu. Karena agak malas mengurus blog lagi, yahh baru sekarang sempat di publish. Semoga bermanfaat. Sekedar berbagi cerita di Turki. :)
Angin sepoy menemani perjalanan menyusuri kota Zonguldak. Salah satu kota di Turki yang dekat dengan Laut Hitam. Burung-burung camar menari-nari bahagia. Saling bersaut-sautan antar kawannya. Ramai orang di jalan berlalu-lalang. Nampaknya mereka disibukkan oleh pekerjaan dunia. Kota ini indah menurutku. Dari pusat kota, aku bisa melihat pegunungan dari arah barat ke timur gagah membentang. Akhirnya tiba juga di tepi laut. Memandangi birunya Laut Hitam. Tenang, sedikit berombak.
Zonguldak adalah kota yang Abiku sebut Istanbul kecil. Karena memang dari segi tata kota menyerupai Istanbul. Jalanan rapi, bangunan-bangunan kuno, bau laut, pertokoan lengkap, kendaraan ramai, lalu lalang orang yang tak kunjung habis menandakan kota ini memang pantas mendapat julukan tersebut. Minimalis tapi menawan. “Gercek Turkiye’nin Sehiri”, ujarku dalam hati yang artinya ‘benar-benar kota Turki’. Maklum aku menyebutnya demikian karena selama di Bolu tak kujumpai ‘warna’ seperti kota ini.
Disini, aku mengikuti program Reading Camp yang diadakan oleh Hizmet. Hizmet adalah sekelompok orang/ jamaah yang mempelajari Risalah Nur dan mengikuti Fethullah Gullen sebagai pemimpin mereka. Tentu aku tidak sendiri, sekitar 30 mahasiswa yang kuliah di Bolu juga mengikuti program ini. Dalam seminggu penuh kami membaca buku-buku agama, khususnya Risallah Nur (karya Bediuzzaman Said Nursi) dan buku karangan Fethullah Gullen. Dan hal tersebut dikompetisikan. Yang terbanyak akan mendapatkan hadiah yang menarik. Jadilah kami berlomba untuk memperbanyak bacaan.
Apa yang aku baca? Aku tidak membaca buku-buku tersebut. Karena buku tersebut berbahasa Turki. Jadi, hanya kubaca Al Qur’an, Kitab Riyadush Shalihin yang kubawa, riwayat sahabat nabi dan beberapa artikel yang baru saja aku print.
Memang, membaca itu jika tak disertai niat akan berat rasanya. Baru 10 menit membaca saja sudah mengantuk. Dan terus begitu. Kadang aku minum cay (baca=teh) atau kopi sebagai tombo ngantuk. Kadang pula ada makanan ringan dan buah-buahan yang disediakan abi-abi sebagai selingan.
Tanggal 23 Januari 2013, masyarakat Turki merayakan maulid nabi. Hari itu mereka mengadakan puasa dan menyerukan kepada sesama untuk bershalawat sebanyak mungkin. Malamnya kami mendirikan sholat tasbih bersama imam, bershalawat dan menyanyikan nasyid berbahasa Turki yang tak aku pahami seluruhnya. Dan ternyata semua penjuru masjid di Turki bergelora merayakannya. Kulihat dari stasiun televisi yang menyiarkan acara perayaan tersebut. Ramai.
Malamnya sebelum pulang ke Bolu, kami menuju tepi laut di Zonguldak. Berhubung bus yang kami gunakan memiliki kapasitas yang sedikit, aku terpaksa berdiri sepanjang perjalanan. Karadeniz memang mempunyai pesona tersendiri. Ombaknya tak terlalu besar. Angin sepoynya nikmat. Cahaya rembulan pun menjadi penghias indahnya laut di malam itu, malam terakhir sebelum meninggalkan Zonguldak. Ah sayang, kami tak memiliki banyak waktu.
Tepat pukul 7, kami pulang ke Bolu. Terasa cepat memang waktu berlalu. Lelah dan penat ini menjadi bukti perjalananku selama seminggu mengikuti program tersebut. Ah, banyak kota di turki yang ingin aku kunjungi. Namun, karena disini bensin mahal otomatis transportasi pun mahal. Yah, semoga lain waktu jemaat tak kapok mengajakku ke kota lain. Aamiin. Dunia ini indah, namun hanyalah sementara. Indah dimata saja, sering sekali menipu. Waspadalah!
Memulai Kembali
Menulis? Kata yang sudah lama kulupakan. Karena kulalui hari tanpa berdampingan dengan kata tersebut. Lantas mengapa aku telah lama tak berpapasan dengannya? Apakah karena lupa? Atau karena disibukkan dengan banyak aktifitas? Atau karena malas untuk melakukannya? Atau masa bodoh dan tak menganggap penting hal tersebut? Sungguh alasan-alasan diatas justru kurang dari yang sesungguhnya aku alami. Entahlah, mengapa selama ini aku kehilangan passion untuk menulis.
Orang tuaku seringkali mendorong dan men-support diriku agar aku giat menulis lagi seperti dulu. Karena menulis itu memiliki banyak manfaat kata beliau. Yang pertama, momen-momen penting dalam kehidupan kita dapat kita abadikan dalam bentuk tulisan sehingga dapat dikenang kembali. Yang kedua, kita bisa jadikan sebagai bahan untuk merenungi diri. Belajar dari yang telah lalu, sebagai bekal melalui kehidupan di masa depan. Yang ketiga, tulisan-tulisan ini bisa kita share melalui blog atau website, sehingga diharapkan menjadi bahan renungan pula bagi orang lain. Yang keempat, saat menulis sebenarnya kita merangsang otak kita terutama bagian linguistik. Jika menulis dilakukan terus-menerus hal tersebut akan melatih kita dalam penyusunan bahasa. Selama menulis kita pun, secara sadar atau tidak, juga melatih kemampuan lain seperti berbicara, membaca, dan segala aspek yang berhubungan dengan bahasa. Selain hal diatas, tentu masih banyak manfaat dari membaca yang akan kalian temui jika kalian melakukannya sendiri.
Segala kegiatan harus disertai dengan niat atau tujuan yang jelas dan baik. Jika tidak, ada beberapa kemungkinan yang bisa terjadi. Tanpanya, kita takkan pernah semangat untuk memulai kegiatan tersebut. Atau kalau kita lakukan pun dalam keadaan malas dan terpaksa. Kegiatan tersebut akan menjadi sia-sia. Diapun tak memperoleh manfaat darinya dan justru membuang waktunya saja. Jika niatnya tak baik, takkan bernilai berkah. Sebaliknya akan mengundang musibah. Orang lain pun seringkali terkena getahnya.
So, today and later-InsyaAllah- Aku akan terus mencoba untuk menulis (baca=mengetik) dan membagi-baginya dengan kalian, para saudara/i yang dirahmati Allah. Bukan bertujuan untuk menggurui, namun belajar bersama, mengingatkan dalam kebaikan, menasehati dalam kesabaran. Bismillah.