Alhamdulillah, senang sekali rasanya bulan yang selama ini dinanti telah tiba. Bulan ini merupakan bulan yang spesial bagi kaum muslimin. Karena di bulan ini amal perbuatan kita dilipat gandakan. Jadi pastinya sebagai umat muslim kita harus bisa memanfaatkan sebaik-baiknya untuk melakukan ibadah yang banyak dalam bulan ini.
Datangnya bulan ini sudah amat dicirikan dengan beberapa hal. Yaitu masjid menjadi penuh terutama saat tarawih juga karena sering diadakan ceramah dan pengajian. Kita dapat melihat orang ngabuburit dengan cara mereka masing-masing dan dilanjutkan dengan kegiatan buka bersama. Jam sekolah dan kantor biasanya menjadi lebih cepat. Untuk sekolah atau perusahaan tertentu mungkin tidak. Tayangan-tayangan televisi sekarang lebih mengedepankan hal-hal yang berbau Ramadhan mulai dari sinetron, iklah, tayangan sahur dan tausyiah dari beberapa ustadz-ustadz terkemuka. Sungguh kedatangan bulan ini membuat bahagia semua orang. Dan pada puncaknya, saat bedug mengiringi seruan takbir, rasa kebahagiaan kaum muslimin pun berada pada titik kulminasi. Pada saat itulah kita meraih kemenangan, fitrah kembali, putih bersih, suci seperti selembar kertas yang belum ternodai oleh hal apapun. Tapi apakah semua sudah merasa demikian?
Setelah euforia puncak kemenangan tersebut, seluruh kaum muslimin kembali lagi pada aktivitasnya seperti di bulan-bulan sebelumnya. Ternyata kemenangan tersebut belum bisa dimaknai secara betul oleh kaum muslimin di Indonesia ini. Masjid yang biasanya terisi penuh, sekarang sudah sepi kembali. Jamaah yang tersisa hanya amat sedikit. Paling hanya takmir masjid atau musafir yang sekedar mampir untuk sholat. Kegiatan rutin di masjid seperti TPA, pengajian, kajian agama yang pada saat Ramadhan ramai peserta, kini amat sepi, tak ada peminat. Acara tayangan televisi juga demikian. Sinetron-sinetron sudah kembali seperti semula. Iklan-iklan dan acara lainnya pun demikian. Apa mungkin mereka hanya memanfaatkan momen Ramadhan ini untuk meraup keuntungan saja. Sungguh memilukan.
Hakikat Ramadhan sebenarnya adalah agar kita bisa memperbaiki diri, mensucikan batin, mencari amal kebaikan, meraih hidayah dan ampunan dari Allah SWT. Namun pada kenyataannya kita belum bisa memaknainya dengan benar. Jika sudah, seharusnya perilaku positif dan ibadah seperti puasa, infaq, shodaqoh, sholat berjamaah, mengaji, menghadiri majelis agama, menahan hawa nafsu dan sebagainya tetap kita lakukan setelah bulan Ramadhan tersebut.
Kesibukan atas pekerjaan seseorang memang sering membuatnya lupa mengingat Allah. Memang perubahan menuju kebaikan perlu melalui beberapa tahapan yang pasti butuh usaha dan tekad yang keras. Jadi, kawan marilah kita manfaatkan momen-momen Ramadhan ini sebaik-baiknya untuk meningkatkan kualitas iman kita. Jangan sampai kita masih tetap seperti dulu atau bahkan lebih buruk. Karena dalam sabda rasulullah disebutkan bahwa sungguh beruntung orang yang hari esoknya lebih baik dari hari ini, namun celakalah bagi yang hari esoknya sama dengan hari ini dan sungguh merugi orang yang hari esoknya lebih buruk daripada hari ini.
Wabillahit taufiq
Datangnya bulan ini sudah amat dicirikan dengan beberapa hal. Yaitu masjid menjadi penuh terutama saat tarawih juga karena sering diadakan ceramah dan pengajian. Kita dapat melihat orang ngabuburit dengan cara mereka masing-masing dan dilanjutkan dengan kegiatan buka bersama. Jam sekolah dan kantor biasanya menjadi lebih cepat. Untuk sekolah atau perusahaan tertentu mungkin tidak. Tayangan-tayangan televisi sekarang lebih mengedepankan hal-hal yang berbau Ramadhan mulai dari sinetron, iklah, tayangan sahur dan tausyiah dari beberapa ustadz-ustadz terkemuka. Sungguh kedatangan bulan ini membuat bahagia semua orang. Dan pada puncaknya, saat bedug mengiringi seruan takbir, rasa kebahagiaan kaum muslimin pun berada pada titik kulminasi. Pada saat itulah kita meraih kemenangan, fitrah kembali, putih bersih, suci seperti selembar kertas yang belum ternodai oleh hal apapun. Tapi apakah semua sudah merasa demikian?
Setelah euforia puncak kemenangan tersebut, seluruh kaum muslimin kembali lagi pada aktivitasnya seperti di bulan-bulan sebelumnya. Ternyata kemenangan tersebut belum bisa dimaknai secara betul oleh kaum muslimin di Indonesia ini. Masjid yang biasanya terisi penuh, sekarang sudah sepi kembali. Jamaah yang tersisa hanya amat sedikit. Paling hanya takmir masjid atau musafir yang sekedar mampir untuk sholat. Kegiatan rutin di masjid seperti TPA, pengajian, kajian agama yang pada saat Ramadhan ramai peserta, kini amat sepi, tak ada peminat. Acara tayangan televisi juga demikian. Sinetron-sinetron sudah kembali seperti semula. Iklan-iklan dan acara lainnya pun demikian. Apa mungkin mereka hanya memanfaatkan momen Ramadhan ini untuk meraup keuntungan saja. Sungguh memilukan.
Hakikat Ramadhan sebenarnya adalah agar kita bisa memperbaiki diri, mensucikan batin, mencari amal kebaikan, meraih hidayah dan ampunan dari Allah SWT. Namun pada kenyataannya kita belum bisa memaknainya dengan benar. Jika sudah, seharusnya perilaku positif dan ibadah seperti puasa, infaq, shodaqoh, sholat berjamaah, mengaji, menghadiri majelis agama, menahan hawa nafsu dan sebagainya tetap kita lakukan setelah bulan Ramadhan tersebut.
Kesibukan atas pekerjaan seseorang memang sering membuatnya lupa mengingat Allah. Memang perubahan menuju kebaikan perlu melalui beberapa tahapan yang pasti butuh usaha dan tekad yang keras. Jadi, kawan marilah kita manfaatkan momen-momen Ramadhan ini sebaik-baiknya untuk meningkatkan kualitas iman kita. Jangan sampai kita masih tetap seperti dulu atau bahkan lebih buruk. Karena dalam sabda rasulullah disebutkan bahwa sungguh beruntung orang yang hari esoknya lebih baik dari hari ini, namun celakalah bagi yang hari esoknya sama dengan hari ini dan sungguh merugi orang yang hari esoknya lebih buruk daripada hari ini.
Wabillahit taufiq